Partikel udara dari gunung berapi dan pembakaran
bahan bakar minyak sketidaknya
dapat mengimbangi sepertiga dari
panas sinar matahari akibat
pemanasan global.
Sebuah penelitian di Universitas
Boston meyimpulkan bahwa
penggunaan bahan bakar minyak
yang melonjak di China dapat
mengimbangi efek karbon
dioksida. "Sejak tahun 2000, aerosol di
stratosfer telah menyebabkan
tingkat dari pemanasan iklim
melambat dan kita tidak akan
melihatnya tanpa hal tersebut,"
kata John Daniel, Fisikawan di National Oceanic and Atmospheric
Administration (NOAA).
Selama dekade terakhir, jumlah
aerosol pada lapisan stratosfer di
suatu negara terus meningkat.
Selain dari penggunaan bahan
bakar minyak hal ini juga
disebabkan oleh asap dari letusan gunung merapi. Para peneliti telah
menganalisa beberapa sumber
independen satelit dan beberapa
jenis instrumen tanah. Mereka
menemukan peningkatan yang
jelas mengenai aerosol di stratosfer sejak tahun 2000. "Aerosol di stratosfer telah
meningkat dengan pesat dan
mengejutkan pada saat itu,
hampir dua kali lipat selama
dekade tersebut. Peningkatan
aerosol sejak tahun 2000 menyiratkan efek pendinginan
sekitar 0,1 watt per meter
persegi. Ini cukup untuk
mengimbangi panas matahari
sebesar 0,28 watt per meter
persegi akibat efek pemanasan gobal dari peningkatan karbon
dioksida selama periode yang
sama.
Kenaikan aerosol daam satu
dekade di stratosfer bisa
disebabkan dari sebagian oleh
sumber alam seperti letusan
gunung berapi yang lebih kecil.
Kemudian beberapa aktivitas manusia, yang memancaran gas
seperti sulfur dioksida, yang
bereaksi di atmosfer untuk
membentuk partikel aerosol
reflektif. Jika hal ini terus meningkat, maka
temperatur panas tidak akan naik
dengan cepat. Tetapi jika mereka
menurun, maka suhu akan
meningkat lebih cepat. "Latar belakang dari Aerosol di
Stratosfer lebih dari yang kita
duga. Dekade terakhir telah
menunjukkan kepada kita bahwa
hal letusan gunung merapi tidak
terlalu besar sehingga aerosol menjadi bagian penting untuk
iklim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar